NTTBersuara.Com, KUPANG — Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kupang secara khusus menggelar acara Kegiatan ini digelar untuk memberi pemahaman kepada para wartawan mengenai kebijakan dan peraturan perpajakan terbaru, sekaligus membangun hubungan yang lebih harmonis dengan kalangan media di Provinsi NTT.
Demikian dikatakan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Ni Dewa Agung Ayu Sri Liana Dewi saat Sosialisasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Media Gathering di Subasuka Paradise Kupang, Rabu (24/11/2021). Ia mengatakan reformasi perpajakan dengan berlakunya Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) merupakan kebijakan dan dukungan pemerintah atas masyarakat miskin dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
“Reformasi perpajakan diharapkan akan mendukung keberlanjutan fiskal jangka menengah melalui penerimaan perpajakan yang lebih optimal,” kata
Menurut dia, seiring dengan disahkannya UU HPP, muncul berbagai macam spekulasi yang tidak benar, diantaranya kabar mengenai bahan makanan pokok yang diisukan akan dikenakan PPN, NIK (Nomor Induk Kependudukan) yang secara otomatis menggantikan fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang artinya seluruh masyarakat adalah wajib pajak, hingga isu tarif pajak PPh Badan tidak jadi diturunkan.
Kemudahan akses informasi melalui berbagai platform seharusnya tidak menjadi alasan seluruh masyarakat memperoleh informasi yang benar. Isu di atas dapat ditepis melalui kebenaran informasi bahwa atas sebagian dari makanan pokok yang dikenakan pajak adalah jenis premium yang dinikmati masyarakat kelas atas.
Jadi tidak serta-merta seluruh pihak dikenakan pajak. pemerintah tentu berlaku selektif dalam menerapkan pajak ini, untuk NIK yang menggantikan NPWP. diberlakukannya kebijakan ini tidak lain untuk praktik integrasi basis data kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan,” tambah Ayu.
Kepala Seksi Pemeriksaan, Pelayanan dan Edukasi Perpajakan, Agus Eka mengatakan undang-undang tersebut memuat beberapa perubahan signifikan pada peraturan perpajakan terdahulu, diantaranya Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Cukai, serta adanya Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dan penerapan pajak karbon.
Dalam UU HPP, tarif PPh Badan diturunkan menjadi 22 persen yang semula 25 persen dan diberlakukannya Program Pengungkapan Sukarela (PPS), yakni wajib pajak dipersilahkan mengungkapan harta yang dimilikinya yang selanjutnya akan dikenakan tarif final lebih rendah.
“HPP mengubah aturan pajak sebelumnya dan ada yang baru, program pengungkapan sukarela, HPP ini berupaya meningkatkan basis pajak atau konsolidasi fiskal dan tetap berupaya memberikan keadilan,” kata Agus Eka.
Penerimaan negara dalam bentuk perpajakan semata bertujuan keberlanjutan fiskal yang lebih optimal menuju pajak kuat Indonesia maju. (lya)