NTTBersuara.com, KUPANG,— Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia, Mr. Stephen Scott, dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), direpresentasikan oleh Direktur Riset, Teknologi, dan Pengabdian Masyarakat, Prof. Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, bersama-sama mengumumkan 38 kemitraan penelitian penerima Hibah Penelitian Kolaboratif untuk Lingkungan dan Perubahan Iklim di bawah program KONEKSI, Kamis (27/7/2023) di HotelHarperKupang. KONEKSI adalah kemitraan Australia dan Indonesia
di sektor pengetahuan dan inovasi yang mendukung kerjasama antara organisasi Australia dan Indonesia untuk kebijakan dan teknologi yang inklusif dan berkelanjutan.
Sebanyak 16 dari 38 kemitraan penelitian KONEKSI berfokus pada penelitian di kawasan timur Indonesia, menghubungkan 13 organisasi Australia dan 23 organisasi Indonesia dari berbagai sektor,
termasuk pemerintah lokal, universitas, organisasi penelitian, dan organisasi masyarakat. “Kerjasama
harus kita bangun dengan platform bersama dan jangka panjang, tidak sporadis, sehingga dampak
dan manfaat kerjasama sampai ke masyarakat.” ujar Direktur Riset, Teknologi, dan Pengabdian
Masyarakat, Kemendikbudristek, Prof. M. Faiz Syuaib.
Pengumuman bersama tersebut merupakan bagian dari side event KONEKSI yang digelar di Festival
Forum Indonesia Timur (FFKTI). KONEKSI mempertemukan para peneliti, akademisi, pemerintah
daerah, dan pemerintah pusat dalam talk show dengan tema “Mempromosikan Keadilan dalam
Penelitian: Peran Universitas Indonesia Timur dalam Kemitraan Pengetahuan dan Pengetahuan
Lokal”.
Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL DIKTI) Wilayah XIV Tanah Papua, Dr Suriel Mofu, membagikan pengalamannya dalam mengedepankan pengetahuan lokal sebagai solusi dari
permasalahan di berbagai sektor di tanah Papua. “Kita harus melakukan riset multidisipliner dalam upaya-upaya menginstitusionalisasikan ilmu pengetahuan lokal agar tidak hilang,” imbuh Dr. Suriel.
Sementara itu, Dr. Fima Inabuy, peneliti biomolekuler Universitas Udayana dan Ketua Tim Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Timur, menjelaskan
pentingnya riset yang kontekstual berdasarkan kebutuhan di daerah di dalam sebuah kemitraan. Dr
Fima menekankan, “bukan hanya track record tetapi bagaimana bisa riset secara kontekstual dapat
diaplikasikan.”
Ketua Dewan Pembina BaKTI, Prof. Willi Toisuta menutup jalannya diskusi. “Ada tiga hal yang menjadi fokus: kesetaraan, pengetahuan lokal, dan dampak. Di dalam langkah ke depan, kerjasama jangka
panjang dan pembinaan budaya saintifik dan penelitian perlu menjadi perhatian.” tutupnya.
Talkshow ini mendorong dialog inklusif antar pemangku kepentingan dan mempromosikan kontribusi
berharga universitas Indonesia timur dalam kemitraan penelitian dan pemanfaatan pengetahuan lokal. Dengan menjawab tantangan dan peluang dalam mempromosikan pemerataan dalam
penelitian, KONEKSI berupaya untuk meningkatkan kemitraan, menghasilkan ide-ide inovatif, dan
berkontribusi pada pengembangan kebijakan dan strategi yang inklusif dan berkelanjutan. (*/lya)