NTTBersuara.com,KUPANG,– Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) secara resmi mengumumkan perubahan tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) melalui Peraturan Daerah (Perda) No. 1 Tahun 2024 dan mulai berlaku pada 5 Januari 2025
Demikian dikatakan plt Kepala Badan Pendapatan Daerah NTT, Dominikus Dore Payong (10/12/2024) saat jumpa pers di Kantor Gubernur NTT. Menurutnya langkah ini merupakan bagian dari upaya memperkuat desentralisasi fiskal dan meningkatkan penerimaan daerah sesuai dengan amanat UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
“penyesuaian tarif ini bertujuan untuk meringankan beban masyarakat sekaligus mendorong kepatuhan wajib pajak.
Tarif PKB diturunkan dari 1,5% menjadi 1,3%, sementara tarif BBNKB untuk kendaraan roda empat tetap di 15% dan roda dua sebesar 14%. Penurunan ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi daerah,” jelas Dominikus.
Selain itu, denda keterlambatan pembayaran pajak juga diturunkan dari 2% menjadi 1%. Pemerintah berharap kebijakan ini dapat memberikan insentif bagi wajib pajak untuk memenuhi kewajiban mereka tepat waktu.
Dia menjelaskan, tambahan pungutan kendaraan bermotor (Obsen PKB dan BPKB) ditetapkan sebesar 66%, yang akan digunakan untuk meningkatkan pelayanan publik di bidang transportasi dan infrastruktur.
Dalam pembagian hasil pajak, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota sepakat dengan skema 70% untuk provinsi dan 30% untuk kabupaten/kota.
“Contohnya, dari penerimaan pajak sebesar Rp. 1.000.000 juta, Rp700 ribu menjadi hak provinsi, sedangkan Rp300 ribu untuk kabupaten/kota. Tambahan pungutan sebesar 66% juga akan dialokasikan sesuai ketentuan yang berlaku,” ungkapnya.
Sebelumnya, pemerintah kabupaten/kota hanya menerima hasil pajak tanpa terlibat aktif dalam penarikannya. Namun, dengan aturan baru ini, pemerintah kabupaten/kota akan lebih aktif dalam menarik pajak secara langsung.
Dominikus memastikan, hal ini sejalan dengan semangat UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antarpemerintah dalam optimalisasi penerimaan pajak.
Pemerintah daerah telah mengadakan rapat koordinasi untuk merumuskan langkah strategis dalam implementasi Perda No. 1 Tahun 2024.
“Dengan langkah-langkah ini, kami optimistis pendapatan daerah dari sektor pajak dapat meningkat signifikan, mendukung pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan pelayanan publik di NTT,” tutupnya.
Yupiter Heidelberg Siburian, perwakilan dari Direktorat Jenderal Pajak Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), menekankan bahwa penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% akan mulai diterapkan pada tahun 2025. Kebijakan ini diiringi dengan langkah-langkah strategis untuk melindungi masyarakat menengah ke bawah dari dampak yang signifikan.
sejumlah barang dan jasa yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat akan tetap dikecualikan atau dibebaskan dari PPN. Hal ini mencakup barang-barang seperti beras, jagung, kacang-kacangan, daging, telur, serta jasa kesehatan. “Kami memastikan bahwa kebutuhan pokok masyarakat tetap terjamin tanpa dikenakan PPN, sehingga dampaknya minimal bagi kelompok menengah ke bawah,” ujar ).
Sebagai bagian dari upaya meningkatkan daya saing ekonomi, pemerintah telah memberikan insentif khusus bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sejak 2022, omzet hingga Rp500 juta per tahun dibebaskan dari pajak, sehingga UMKM dapat terus berkembang tanpa terbebani kewajiban pajak yang besar.
Selain itu, untuk karyawan, ambang batas lapisan tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang sebelumnya Rp50 juta telah dinaikkan menjadi Rp60 juta. Kebijakan ini diharapkan memberikan keringanan lebih bagi pekerja dengan penghasilan menengah.
Selain itu, rumah subsidi serta rumah non-subsidi dengan nilai hingga Rp5 miliar mendapat fasilitas berupa pembebasan atau pengurangan PPN yang ditanggung oleh pemerintah. Kebijakan ini bertujuan untuk mendukung sektor real estate sekaligus memenuhi kebutuhan perumahan masyarakat.
Ia mengimbau kepada media untuk menyampaikan informasi terkait kebijakan penyesuaian tarif PPN secara utuh dan menyeluruh. “Kami harap media dapat menggunakan bahasa yang informatif dan tidak menimbulkan kepanikan. Penyesuaian tarif PPN ini dilakukan dengan pertimbangan matang untuk mendukung perekonomian dan melindungi masyarakat,” tegasnya.
Penyesuaian tarif ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam memperkuat basis penerimaan pajak tanpa mengabaikan perlindungan terhadap kelompok rentan. Dengan kebijakan yang terukur, diharapkan masyarakat dapat memahami manfaat jangka panjang dari penyesuaian tarif ini.(lya)